TALES OF A MERE CREATION WHO TRIES TO WALK TOWARD ITS TRUE SELF - HUMANITY IS ALWAYS ON JOURNEY

Rabu, 19 Oktober 2011

Dipanggil Untuk Hidup

DIPANGGIL UNTUK HIDUP
Sebuah Refleksi Kitab Yeremia Pasal 29 Bagian Pertama

"Jangan dekat - dekat sama Tuhan lho, nanti dipanggil!" Terlintas di pikiran saya kalimat yang diucapkan salah satu sahabat kuliah saya beberapa tahun yang lalu. Kami sedang bercanda tawa sekaligus bersantai akhir pekan di kafetaria sebuah pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Hitung - hitung melepas penat setelah seminggu berkuliah. Tersenyum saya mengingat masa - masa indah kala itu.

Saya kembali tersenyum saat kalimat tersebut terdengar lagi di telinga saya. Apa ya makna dari kalimat tadi? Nanti dipanggil... Tiap orang akan memiliki intepretasi yang berbeda terhadap frasa ini. Dipanggil dapat diartikan dengan "meninggal dunia", mati. Saya rasa (baru saya rasa) saya tidak terlalu takut untuk mati. Berani mati... Ah, sudah biasa. Namun bagaimana jika 'dipanggil Tuhan' adalah dipanggil... untuk hidup?

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan. Yeremia 29 : 11

Yeremia pasal 29 berisi substansi dari dua surat yang dikirimkan nabi Yeremia kepada umat Israel di pembuangan di Babel. Surat pertama, mencakup ayat 1 - 19 merupakan surat penguatan batin untuk orang Israel di pembuangan. Yeremia mendorong umat Israel agar sabar dan tabah menghadapi penderitaan ini, karena uhan tidak pernah meninggalkan mereka. Dari bagian ini, muncullah satu bagian ayat yang menjadi sangat terkenal dan umumnya menjadi ayat hafalan, yaitu ayat 11 yang berbunyi seperti di atas. Surat kedua secara umum merupakan lanjutan dari surat pertama mengenai nabi - nabi palsu yang menyebarkan dusta. Surat ini merupakan peringatan akan hukuman Tuhan kepada nabi - nabi tersebut dan mendorong umat agar tidak jatuh pada penyesatan mereka. Berkaitan dengan pembahasan ini, kita akan memberi perhatian kita kepada bagian pertama pasal 29.

Keadaan bangsa Israel di pembuangan sangat memprihatinkan. Tidak hanya karena harga diri mereka yang jatuh karena kala perang dan dibuang, umat Israel memiliki pergumulan yang besar pula mengenai Tuhan dan janji-Nya. Mereka menjadi sangat putus asa karena merasa Tuhan telah meinggalkan mereka dan membiarkan mereka menderita. Mereka merasa sudah mati, tidak ada harapan untuk keluar dari keadaan ini.

Keadaan umat Israel saat itu agaknya tidak jauh berbeda dari keadaan orang zaman sekarang. Saya sendiri merasakannya. (beberapa mungkin tahu pergumulan saya, no? Lol.) Seiring dengan perkembangan dunia yang sedemikian cepat, banyak orang cenderung menjadi mudah tertekan dengan kegiatan dan lingkungan sekitar mereka. Tidak adanya kesempatan undur sejenak dengan alasan tuntutan pekerjaan membuat tekanan yang semakin besar dalam pribadi masing - masing orang. Lalu anda bertanya, "Lha kalau orang yang santai, hidupnya enak, ngangur gimana?"

Faktanya, orang -orang yang itupun mengalami tekanan yang tidak jauh berbeda dengan keadaan yang sebelumnya. Ini terbukti dengan banyaknya orang sukses yang justru terikat pada narkoba, pergaulan bebas, alkohol, dsb. Manusia saat ini seperti selalu mencari pelarian di tengah kesibukan atau bahkan kekosongannya masing - masing. Kita telah terbuang dalam gunung tuntutan pekerjaan dan aktivitas atau juga dalamnya palung kekosongan karena tidak ada yang dapat dilakukan. Kita diperbudak oleh kekuatan yang seolah kita tak ketahui dari mana datangnya. Padahal, kita diperbudak oleh diri kita sendiri: tuntutan dan sasaran - sasaran kita sendiri, kediaman kita sendiri. Tujuan hidup kita menjadi tidak jelas dan ketika kita mencoba mencari pertolongan kepada orang - orang di sekitar kita, tidak ada yang dapat memuaskan kita. Di saat semua kemudian menunjukkan jati dirinya yang sebenarnya, kepalsuan dan kemunafikan, kita semakin tertekan dan masuk lebih dalam ke pembuangan.

Kesuksesan yang seharusnya menjadi puncak kepuasan justru menjadi puncak keterasingan yang sebenarnya. "Berarti anda mendorong saya tidak sukses?" Tanya anda kepada saya. Tentu tidak, saya tidak pernah berkata demikian. Saya hanya menekankan bahwa kesuksesan pribadi tidak menjamin kedamaian hati. Kesusksesan pribadi seringkali justru membuat kita sombong atau bahkan iri bila melihat orang lain berbuat lebih dari kita. Di saat semua itu terjadi akhirnya kita bertanya: Tuhan di mana Engkau?

Tuhan tidak pernah jauh dari kita. Seperti firman Tuhan dalam Yeremia 29 tersebut, kita perlu kembali mengingat bahwa ada Tuhan yang sebenarnya selalu beserta kita. Di tengah pekerjaan, aktivitas, dan prestasi kita, Tuhan senantiasa beserta kita, entah kita ingat atau tidak. Semua sebenarnya telah ada dalam rencana Tuhan. Ketika kita mulai masuk kepada pembuangan itu, kita sebenarnya didorong untuk menjadi lebih kuat. Kita didorong pula untuk bisa mengandalkan kekuatan Tuhan dan bukan kekuatan kita.

Dia memanggil kita untuk hidup dalam Dia untuk mewartakan Nama-Nya di dunia melalui pergumulan kita, seperti Dia memakai pergumulan orang Israel menjadi bagian dari sebuah Alkitab. Dalam suratnya yang kedua kepada jemaat di Korintus, Rasul Paulus membagikan kepada kita bahwa beliau juga memiliki "duri dalam daging" yang menghambat pelayanannya. Beliau bahkan telah memohon kepada Tuhan sampai 3 kali agar Tuhan mencabut duri dalam daging itu. Namun firman Tuhan justru berkata lain, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." (2Kor 12:9)

Dalam kelemahan, kuasa-Nya menjadi sempurna. Karena dalam kelemahan kita, kita dipanggil untuk hidup sesuai yang Dia kehendaki. Jika kita kuat, kita akan hidup seperti yang kita mau, seenaknya. Namun jika kita lemah, kita perlu arahan. Dan seperti bapa sayang kepada anaknya, Tuhan selalu ingin kita mengikuti arahan-Nya, karena memang itu yang terbaik untuk kita. Di tengah kelemahan - kelemahan kita, kita menjadi mati secara rohani. Saat kita mau 'mati' dan mengikut Dia, titik balik pelayanan kita di dunia akan kita alami. Dari 'untuk prestasi' menjadi 'untuk Tuhan'. Dari 'untuk karir' menjadi 'untuk Tuhan'. Bahkan dari 'untuk orang tua' menjadi 'untuk Tuhan'. Dan yang paling penting, dari 'untuk diri kita sendiri' menjadi 'untuk Tuhan'. Siapkah kita dipanggil-Nya? Bukan hanya untuk mati dan bersama Dia nanti di sorga, tapi untuk hidup dan mewartakan Nama-Nya dalam pelayanan kita di dunia?

"Jangan dekat - dekat sama Tuhan lho, nanti dipanggil!" Tidak perlu dekat jika Tuhan memang berkehendak memanggil kita ke Sorga. Saat ini, sementara kita masih hidup, akan lebih bermakna jika kita mau menjadi saksi-Nya, mau berkarya untuk-Nya, menerima panggilan-Nya untuk hidup. Tentu, kebahagiaan dan sukacita saat Tuhan memanggil kita ke Sorga kelak akan semakin penuh dan utuh. Mari kita bersama - sama mengajukan diri kepada Tuhan, mendekatkan diri kepada-Nya supaya kita boleh dipanggil menjadi saksi-Nya. Tuhan Yesus memberkati.

Download here

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

change post's font color

 
Sign In | BloggerThemes | About Me | Contact Me | Help | Usage Rights

Copyright © 2011 THE WAY TO THE DAWN by Jaxo Leingod
Designed by Templatemo | Converted to blogger by BloggerThemes.Net