TALES OF A MERE CREATION WHO TRIES TO WALK TOWARD ITS TRUE SELF - HUMANITY IS ALWAYS ON JOURNEY

Rabu, 21 September 2011

Kupu - Kupu: Sebuah Metafora Kehidupan

Siapa yang tidak tahu kupu - kupu. Penulis yakin semua orang pasti pernah melihat serangga kecil bersayap warna - warni ini. Namun jika pembaca belum pernah melihat hewan ini, jangan khawatir. Anda baru saja melihatnya pada header blog ini, itulah kupu - kupu. Cantik bukan?

Kecantikan kupu - kupu melukiskan sebuah metafora bagi kehidupan manusia. Sayap kupu - kupu dengan beragam warna seolah menggambarkan kehidupan manusia yang penuh dengan lika - liku. Hitam, putih, merah, kuning, semua berpadu satu dalam bentangan sayap kupu - kupu. Demikian pula manusia, berbagai peristiwa mewarnai sayap kehidupan kita. Warna terang peristiwa indah memukau kita. Sebaliknya peristiwa pahit memberikan warna gelap pada kehidupan kita. Semuanya berpadu memberikan keindahan tersendiri dalam hidup manusia.

Di sisi lain, sayap kupu - kupu yang penuh warna juga merupakan bentuk pertahanan diri. Berapa topeng yang telah kita pakai untuk terbang menjauh dari permasalahan? Berapa topeng untuk menipu kawan dan lawan kita? Perlindungan diri di balik keindahan corak kehidupan kita: kemunafikan.

Pertumbuh-kembangan kupu - kupu juga menggambarkan metafora tersendiri terhadap perjalanan kehidupan manusia. Metamorfosis dari ulat, kepompong, hingga kupu - kupu merupakan suatu hal yang sangat menarik untuk diamati. Manusia senantiasa bermetamorfosis. Perubahan demi perubahan terjadi dalam manusia yang hidup. Jika manusia berhenti berubah, pasti karena ia telah mati. Aku berpikir maka aku ada, cogito ergo sum. Metamorfosa manusia akan selalu menuju kepada keindahan sejati di hidupnya, seperti ulat yang akan menjadi kupu - kupu.

Perjalanan metamorfosis ulat menjadi kepompong menjadi kupu - kupu itu kemudian melukiskan sebuah ironi. Yang dilakukan setelah menetas, ulat hanya makan dan makan saja. Tidak hanya itu, ulat bisa sampai membawa kelayuan pada tanaman yang dihinggapinya. Ulat juga dapat menimbulkan gatal - gatal dan alergi pada beberapa orang. Kita ingat betapa wabah ulat bulu beberapa waktu lalu sempat menghebohkan masyarakat, tidak hanya tanaman budidaya mati, banyak anak - anak juga menjadi sakit karenanya. Sebagai manusia, harus diakui bahwa kita seringkali lebih suka menjadi yang egois dan mementingkan diri sendiri. Bahkan saat yang kita lakukan merugikan orang lain, kita tidak peduli. Yang penting saya untung, orang lain rugi, salah mereka. Kita senang berada dalam fase ulat.

Ketika kita kemudian dipaksa untuk merenung, ya saat itulah kita masuk pada fase kepompong. Tidak banyak yang bisa masuk ke fase ini. Sering ulat telah mati dahulu sebelum bisa menjadi kepompong, begitu pula kita. Lingkungan dan situasi yang mendesak mendorong kita untuk merenungkan perbuatan - perbuatan kita. Kita didorong untuk diam. Kita dipaksa untuk berintrospeksi dan berefleksi. Beruntunglah manusia yang dapat mencapai fase kepompong.

Kepompong pada masanya akan menjadi seekor kupu - kupu yang indah. Lebih sedikit lagi manusia yang pada akhirnya menyadari bahwa kehidupan yang sejati diperoleh bukan atas kesenangan dan keegoisan diri sendiri. Jika kita telah disadarkan kepada diri kita yang sejati, kita menemukan kebahagiaan dan damai sejahtera yang belum pernah kita rasakan selama ini. Segala yang kita lakukan menjadi lebih bermakna dan juga berguna bagi diri dan lingkungan sekitar kita. Seperti seekor kupu - kupu yang terbang ke sana ke mari menambah keindahan alam dan juga berguna baginya dalam penyerbukan bunga - bunga. Sayang, hidup kupu - kupu hanya sebentar. Ya, manusia pada fase ini juga akan menyesali kehidupan lamanya yang sia - sia dan menyadari bahwa hidupnya tinggal sebentar lagi. Waktunya hampir tiba untuk menyongsong senja dan malam yang menjelang. Metamorfosis sungguh pula sebuah ironi.

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

change post's font color

 
Sign In | BloggerThemes | About Me | Contact Me | Help | Usage Rights

Copyright © 2011 THE WAY TO THE DAWN by Jaxo Leingod
Designed by Templatemo | Converted to blogger by BloggerThemes.Net