TALES OF A MERE CREATION WHO TRIES TO WALK TOWARD ITS TRUE SELF - HUMANITY IS ALWAYS ON JOURNEY

Jumat, 22 Januari 2010

Melati di Ladang Gandum Part 2

kembali ke bagian 1

Selain jemaatnya sendiri, mungkin tak banyak yang tahu bahwa di Jl. Diponegoro dekat pasar Kranggan selatan terdapat sebuah gereja. Gereja ini tak lain adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Tugu Diponegoro. GPdI Tugu merupakan salah satu GPdI yang tertua yang bertahan sejak zaman perkembangan Gereja Pantekosta di Yogyakarta.
Gereja ini berdiri setelah GPdI Yogyakarta melalui serangkaian perpindahan gedung dan tempat dan mulai beroperasi tepatnya pada 20 Agustus 1935, sebelum kemudian dikembangkan pulan GPdI Hayam Wuruk di Jl. Lempuyangan.

Meskipun jemaatnya terbatas karena keterbatasan tempat, sampai saat ini gedung GPdI Tugu ini masih menjadi tempat ibadah bagi anggota gereja Pantekosta di sekitar Kranggan, Diponegoro, dan daerah sekitarnya. Suasana ibadah menjadi akrab karena gedung yang kecil, namun dengan jemaat yang cukup untuk memenuhi satu - satunya aula di gedung gereja kecil ini.
___________________________________________________________

Khotbah hari itu bertemakan doa. Khotbah dibawakan secara interaktif oleh Bapak senior itu. Ternyata bapak dan ibu tadi benar - benar senior dan bertindak sebagai pembimbing remaja - remaja yang hadir di situ. Remaja - remaja juga antusias mendengar sang senior ini menceritakan pengalaman hidupnya dalam berdoa. Tidak jarang remaja - remaja ini menyahut secara spontan kepada bapak ini. Sungguh interaktif dan menyenangkan. Benar- benar memotivasi saya untuk mendengarkan khotbah.

Bacaan Kitab dilakukan oleh remaja - remaja yang ditunjuk spontan oleh si bapak. Mengherankan! Ternyata beliau telah mengenal satu demi satu anak - anak yang hadir di situ.
Satu demi satu kalimat dijabarkan dengan bahasa yang lebih membumi. Tidak dengan bahasa tinggi yang tidak dimengerti, namun justru dengan penerapan - penerapan sehari - hari yang sangat mudahj dicerna. Sejenak saya berpikir, apakah salah berada di komunitas ini? Jelas di ingatan saya, kata Pemuda terlampir di kalender yang diberikan kepada saya.
Namun sudahlah, saya sudah ada di sini. Ikuti saja. Pikir saya.
Bagian akhir khotbah pun tiba. Saya ditunjuk untuk membaca Kitab. Wow. Pikir saya. Bapak ini sudah mengingat nama saya, dan bahkan memposisikan saya sama dengan remaja lainnya. Mengesankan. Sesi khotbah akhirnya ditutup dengan doa dan pujian dari sang Senior.
Tak sabar saya menantikan sesi selanjutnya. Sesi penutup.
___________________________________________________________

Jalan Diponegoro merupakan salah satu jalan arteri besar di Yogyakarta. Jalan ini terbentang sebagai lanjutan jalan Jend. Sudirman di sebelah timurnya. Hiruk pikuk keramaian sering menghiasi salah satu jalan besar Yogyakarta ini. Apalagi terdapat Tugu Yogyakarta yang legendaris di area ini.

Di bagian utara jalan Diponegoro, sisi timur dekat Tugu, Pasar Kranggan berdiri.
Pasar tua ini hampir selalu ramai dari dini hingga siang hari.
Pedagang dan pembeli memenuhi pasar ini hingga tidak heran kemacetan tidak terhindarkan di jalan ini.
Lepas dari kemacetan dan simpang siur di sekitar pasar,
suasana ini justru memberikan kehidupan bagi salah satu sisi tua kota Yogyakarta itu.
___________________________________________________________

Sesi penutup tiba. Pengumuman dibawakan oleh seorang remaja putri lainnya.
Sepertinya seorang pengurus di tempat ini. Acara Rabu depan dipaparkan dengan menarik,
membuat siapapun yang mendengarnya segera termotivasi untuk datang.
Semangat tidak luntur dari gadis yang satu ini, meskipun jumlah yang hadir saya perkirakan akan sedikit pula minggu depan. Perenungan saya mengenai semangat gadis ini buyar saat dia memanggil saya untuk memperkenalkan diri.

"Kita kedatangan jiwa baru. Mari, boleh kenalan dulu?" Dengan senyum tipis yang ramah gadis ini menyapa saya. Perawakannya lebih kecil dari gadis pertama dengan rambut pendek lurus dan muka yang berseri. Mungkin SMP atau SMA pikir saya.
"Ya, nama saya..." Saya memperkenalkan diri dihadapan sejumlah kecil anggota jemaat di sini.
Sambil berkenalan, saya menghitung jumlah yang hadir dalam ibadah remaja/pemuda di gereja ini. Dua senior - satu pendeta dan satu istri pendeta sebagai pengerja; empat petugas ibadah - satu gadis pemimpin pujian, dua jejaka pemain gitar, satu anak laki - laki petugas tampilan; enam jemaat muda - empat laki - laki ditambah saya, dan dua perempuan.
Benar - benar ibadah kecil yang sederhana.

"Baiklah, ibadah kita sudah selesai, Om tolong pimpin doa ya." Gadis pengurus ini berkata sambil memintakan doa juga untuk gadis ketiga yang rabu depan akan ke Jakarta mengikuti tes masuk sekolah. Jika jadi, semakin sedikit jemaat di sini, pikir saya. "Oke, mari kita berdoa" Sahut si Om senior memulai doa berkat.
___________________________________________________________

GPdI Tugu dengan gedung yang kecil telah lama menjadi melati di tengah ladang gandum hiruk pikuk keramaian pasar Kranggan di Jl. Diponegoro. Kehangatan ibadah kaum remaja/pemudanya tentu menjadi gambaran kecil bagaimana gereja ini senantiasa melalui hari - hari dengan kesederhanaannya.

Gereja ini mungkin tidak benar - benar ikut di dalam bisnis - bisnis harian pasar tersebut. Melati tentu tidak bisa dipanen layaknya gandum.
Namun melati bisa menebarkan semerbak aroma terapi bagi para pekerja di ladang gandum.
Demikian pula GPdI Tugu bisa menjadi simbol aroma relaksasi yang religius yang akan selalu kita perlukan untuk mengingatkan kita kepada Sang Khalik di tengah hiruk pikuk kehidupan kita apapun gereja bahkan agama kita. Menjadi melati di landang gandum.
___________________________________________________________

Ibadah selesai. Saya segera menyalami hampir semua orang di ruangan itu meskipun jejaka pemain gitar tidak sempat saya salami karena keburu pergi ke belakang aula.
"Tuhan berkati ya." Kata kedua senior saat saya beri salam. "Ini lo, dicatat dulu" Lanjut mereka kepada si gadis pengurus. Segera si gadis pengurus bersama gadis ketiga mencari buku catatan mereka walaupun sia - sia saja. Akhirnya saya dimintai nomer handphone saja, karena bukunya tidak ditemukan di mana - mana. "Rabu depan dateng lagi Ko." Kata si gadis pengurus.
"Yah deh." Sahut saya. "Mari saya duluan." Lanjut saya sambil berlalu. "Oke." Mereka menimpali tanpa melupakan senyuman manis remaja - remaja putri dengan kepolosan mereka.
___________________________________________________________

Sebuah perenungan dari sebuah pengalaman.
Artikel Mengenai Melati dan Gandum dirangkum dari wikipedia.com
Sedikit data mengenai GPdI Tugu Diponegoro disadur dari gpdi.us

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Gerejanya disebelah mana tugu ya ?

Posting Komentar

change post's font color

 
Sign In | BloggerThemes | About Me | Contact Me | Help | Usage Rights

Copyright © 2011 THE WAY TO THE DAWN by Jaxo Leingod
Designed by Templatemo | Converted to blogger by BloggerThemes.Net